Business

Belum Gajian, PM Natsir Pinjam Uang

M Natsir bersama Syeikh Muhammad Amin Al-Husaini (Mufti Palestina) dan Hassan Al-Hudaibi adalah Mursyid Am Ikhwanul Muslimin


NATSIR adalah satu-satunya pejabat pemerintah yang pulang dari Istana dengan membonceng sepeda sopirnya, sesudah menyerahkan jabatan perdana menteri kepada Presiden Soekarno. 

Ketika itu, tepatnya 21 Maret 1951, Natsir berboncengan sepeda dengan sopirnya menuju rumah jabatan di Jalan Proklamasi. Setelah mampir sebentar di rumah dinasnya, Natsir yang sempat menjadi menteri kesayangan Bung Karno itu segera mengajak istri dan anaknya pindah. Mereka kembali menempati rumah pribadi yang sempit di Jalan Jawa.

Mohammad Natsir dilantik menjadi Perdana Menteri Negara Kesatuan Republik Indonesia pada Agustus 1950. Setahun kemudian, Maret 1951, Natsir mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.

Karena rumah tinggalnya di Jalan Jawa sempit dan kusam tak layak buat pemimpin pemerintahan, maka keluarga Natsir boyongan ke jalan Pegangsaan Timur, rumah kediaman bung Karno. Karena rumah bung Karno cukup lengkap, maka Natsir dan keluarganya hanya membawa koper berisi pakaian dari jalan Jawa.

Saat itu kehidupan keluarga Natsir sudah dibatasi protokoler. Rumah dijaga polisi dan Natsir selalu didampingi pengawal. Meski pemerintah menyediakan fasilitas pembantu, juru masak dan tukang kebun keluarga lelaki kelahiran Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908 tersebut tetap berpenampilan sederhana.

Putri sulungnya yang duduk di kelas 2 SMP tetap bersepeda ke sekolah karena jaraknya yang dekat. Sementara adik-adiknya diantar jemput dengan mobil pribadi DeSoto yang dibeli dengan uang pribadi. Istrinya masih belanja ke pasar untuk keperluan dapurnya dan memasak sendiri. Natsir pernah menolak hadiah mobil Chevy Impala dari seorang cukong.

Suatu kali ada seorang dari Kalimantan Selatan datang urusan partai ke Jakarta. Saat akan kembali, utusan itu mampir ke rumah Natsir untuk meminjam uang untuk ongkos pulang ke Banjarmasin. Tapi sang perdana menteri menjawab tidak ada uang, karena belum gajian. Natsir lalu meminjam uang dari kas majalah "Hikmah" yang dipimpinnya.

Maria Ulfa, sekretarisnya, menyodorkan catatan sisa dana taktis dengan saldo yang cukup banyak dan merupakan hak Sang Perdana Menteri. Tapi Natsir menolaknya, dan dana itu akhirnya dilimpahkan ke koperasi karyawan tanpa sepeserpun mampir ke kantung pemiliknya.

Natsir lalu menyetir mobil dinasnya - sopir pribadinya dibiarkan naik sepeda - menemui Sukarno. Sepuluh menit kemudian Natsir berboncengan sepeda dengan sopirnya menuju rumah jabatan di Jalan Proklamasi untuk mengajak keluarganya kembali ke rumah pribadi yang sempit di Jalan Jawa.

"Pakaiannya sungguh tidak menunjukkan ia seorang menteri dalam pemerintahan," tulis George McTurnan Kahin, indonesianis, dalam buku bertajuk "Natsir, 70 Tahun Kenang-kenangan Kehidupan dan Perjuangan" yang terbit pada 1978.

Soal pejabat sederhana ini, Haji Agus Salim dan Mohammad Hatta yang bisa disandingkan dengan Natsir [oce]




Sumber


Buku NATSIR, Politik Santun di Antara Dua Rezim