Business

Musim Berganti Tahun Bertukar: Nubar




Musim berganti tahun bertukar. Begitu pameo lama didendangkan dalam lagu. Seperti juga waktu yang melingkup kita, bumi sampai pada nisabnya, lalu kita menghitungnya dengan tambahan angka dalam penyebutan, meski sesungguhnya waktu tak beranjak. Kitalah yang senantiasa meninggalkan waktu.

Dan kini bilangan nisab telah dicukupkan bumi. Aku kembali menguak waktu yang terlewati, mengingat-ingat waktu yang terlewat, dan mengintai waktu yang bakal lewat hari ini. Lalu cemas tiba-tiba merambati hati.

Aku ingat kembali, dulu ketika belia menjadi tuah kebangaan, saban pergantian tahun adalah saat-saat yang mendebarkan. Jauh-jauh hari sudah diracang cara melepas tahun kemarin dan menyambut tahun yang baru. 

Melepas hari kemarin adalah mengingat kembali perjalanan hari-hari. Sayangnya, begitu saja terus. Resolusi dibuat, tapi diri ini tak pernah sampai pada gunjainya (ujung).

Resolusi saya dari dulu sampai kini belum berubah: menyaksikan sebuah novel ada di rak toko buku terkenal. Ada nama saya di sampulnya.

Tapi bertahun-tahun, jangankan novel karya saya ada di rak buku, satu bab pun belum kunjung sanggup saya tulis. Lalu di tiap ujung tahun kembali mengepal tinju: aku harus bisa. 

Usia saya saat ini setara usia Charles Darwin ketika pada 1859 ia merilis riaet yang fenomenal: On the Origin of Species”. Ia sukses di usia segitu, dan jadi perbincangan sampai kini. Saya masih bebini-bebini, eh, begini begini saja. Bahkan belum punya satu buku pun.

Di banyak artikel psikologi populer, buku-buku motivasi, dan entrepreneurship, selalu ditekankan bahwa usia muda adalah usia di mana sukses diraup. Sekarang kita bisa lihat contohnya, tuan pemilik Facebook ini, dan banyak lagi nama2, rerata melejit di usia muda. Saya di usia mereka masih planga plongo saja, asik dengan halusinasi.


Oce Satria